Minggu, 04 April 2010

gangguan belajar da sistem otak

PENURUNAN prestasi akademis bisa menjadi salah satu indikasi, adanya kesulitan belajar yang dialami anak-anak usia sekolah. Bila ditelusuri, ternyata kesulitan belajar ada kaitannya dengan gangguan kerja otak secara medis maupun nonmedis.

GANGGUAN kerja otak secara umum muncul dalam berbagai keluhan. Mudah lupa, gampang stres, mudah emosi, cepat lelah, mudah pusing, lambat memahami materi, sulit konsentrasi, sulit merespon, telat bereaksi, hingga menurunnya daya kreativitas.

Hingga kini masih sering ditemui penanganan yang tidak tepat pada anak-anak yang mengalami gangguan kerja otak, baik oleh orangtua, guru, pemerintah, serta orang dewasa yang bertanggungjawab mencerdaskan bangsa. Sebab utamanya satu: kurangnya wawasan dan pengetahuan.

Orangtua kadang menambah jam belajar anak-anak serta memaksa mereka ikut les tambahan di luar sekolah. Tujuannya supaya anak jadi lebih pintar. Sementara oknum guru di sekolah malah memberi sanksi fisik maupun non fisik yang membuat anak-anak makin tertekan.

Ironisnya, bila tak lagi bisa ditangani para guru, pimpinan sekolah biasanya memanggil orangtua. Kemudian menganjurkan si anak untuk dipindahkan ke sekolah lain. Saat bersamaan para pembuat kebijakan tiap tahun terus membuat standarisasi nilai kelulusan yang harus dicapai anak-anak.

"Padahal penerapan cara-cara di atas seringkali tidak menyelesaikan masalah. Sebab penanganannya memang tidak tepat sasaran," ungkap peneliti otak dan sistem syaraf manusia, Shifu Yonathan Purnomo, pada Seminar Rahasia Kecerdasan Otak, di Hotel Baltika, akhir pekan lalu.

Penegasan itu disampaikan setelah 20 tahun terakhir Yonathan meneliti otak dan sistem syaraf manusia di Indonesia, Cina, dan beberapa negara lain di dunia. Gangguan kerja otak bisa disebabkan faktor medis seperti tumor, kanker, dan cacat lahir. Sedangkan sebab non-medis yaitu kebiasaan dan perilaku tahunan yang menyebabkan otak tidak tumbuh optimal.

Pria 46 tahun ini mengungkap perilaku yang kurang tepat yaitu memberi terlalu banyak beban pelajaran kepada si kecil, sebelum usia mereka mencapai 12 tahun. Memaksa anak belajar menguasai materi tertentu, justru bisa menghambat pertumbuhan otak. Kondisi tersebut memicu terjadinya gangguan kerja otak.

"Kecerdasan otak bersifat fluktuatif sama seperti kesehatan jasmani. Kecerdasan otak juga bisa dilatih agar kuat menghadapi berbagai situasi dan tekanan. Caranya melalui latihan Shuang Guan Qi Xia secara benar dan teratur," ujar Shifu Yonathan.

Melalui Shuang Guan Qi Xia, ayah empat anak ini menciptakan 180 gerakan senam sederhana yang bersumber dari beladiri kungfu. Yonathan yang juga Guru Besar Perguruan Xin Gong Ci yang berpusat di Surabaya ini mengungkap, berbagai gerakan tersebut bertujuan melatih keseimbangan kerja otak kiri dan kanan.

Beberapa gerakan yaitu membentuk angka delapan dan nol menggunakan kedua tangan. Menyentuh jari-jari tangan secara bergantian, bermain tembak jari, serta sentuh jari-jari tangan dengan berbagai variasi gerakan.

"Latihan ini membuat orang yang melakukan tidak mudah lupa dan tetap produktif hingga usia tua, tidak gampang sakit, dan pada akhirnya tidak bikin susah orang lain di masa tua," terang Yonathan.

(ricky reynald yulman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar